Ternyata dunia memang tidak berkehendak baik pada jumpa yang tidak berakhir sua, pada akhir yang tak berakhir pisah, pada dekap yang tak berakhir hangat, pada tawa yang tak berujung bahagia, pada bahagia yang tak mengundang suka. ternyata lembayung atma adalah wajahmu yang niskala, rupanya dersik di tengah jenggala adalah elegi candala. Kusadari kau adalah binar teramat aksa nun amerta. sangkaku kau adalah bianglala namun jauh bak ancala, kukira kau adalah rinai yang selia namun kau ternyata kenya dikara yang menetap pada pucuk bumantara. Dalam kalbu kau adalah mahajana yang sempena syahda.
Bait bait larat hanya mampu tergurat berbalut mara. dalam pejam gelap meratap kelam mencekam lirih rembunai pawana ternyata pawaka yang meluluhlantah. Aku salah mengira suarmu itu, ternyata bukan indraloka yang kukira. Dan pada akhirnya Kuterima marcapada palamarta dari Tuhan yang menyeretku mengasihimu dengan dewana. Namun kau selamanya adalah prameswari dari seorang pemuda penuh harap bersikap manggala gusar singgahsana.
Oh engkau yang bernama sagitarius berdarah nuraga tampaknya dalam tahun ini aku mesti derana pada asa dan karsa, dalam kidung sunyi aku bersembunyi dibalik kiranamu yang ranum terbungkus amerta. Dalam kala kau adalah lengkara dan aku adalah lindap litani. Mungkin saja nayalikamu nun nirmala yang mengundangku untuk ejawantah gulana raya. Kini bayangmu hanya aksara jumantara kulminasi khalis bak simfoni selesa.
Mengapa terlalu lama kita mengenal padahal kemarin kita bertemu.mengapa terlampau hangat kita bercakap padahal disusupi dingin semu, mengapa harus ada mengapa padahal Tuhan kehendak jumpa untuk asa yang sia-sia.
Ternyata jarak kian beriak menghasut jantung sejanak tak berdetak, hanya sesak pilu kelu dalam dalam yang memekak. jarak yang beranak pinak selalu menghasilkan rasa curiga yang sulit di jaga menghancur raga dengan telak, pilihanya hanya dua bertahan dengan resah atau pisah dengan pasrah.
Jikapun jarak bukan menjadi penghalang untuk mengabadikan semuanya, maka jarak bisa menjadi titik hancur untuk meruntuhkan semaunya. Waktu tinggal detik, langkah tinggal jejak, di sela hujan rintik yang terdengar hanya isak, banyak tentang yang bertentang talu halang jarak rintang bak kita yang berjanji tak akan menemukan kata hilang, tentang arah yang kita jadikan bahan untuk menyerah. sampai sajak ini ditulis kau bisa membaca bahwa mata ini masih berkaca-kaca. Engkau saja yang membuka mata namun tertutup dgn rasa, tidakah kau berfikir bahwa episode kita adalah naskah perpisahan, masa dimana mati dan hidup adalah sama.
Jarak yang engkau teriak kian menapak namun mengapa engkau belum tampak menyulam asih yang terkoyak? siapakah yang salah dia antara kita yang saling mengantar rindu namun membenci untuk bertemu dengan memaki pada waktu, rindu dan temu serta waktu adakah salah satunya alasan kita tidak bersatu? Apakah kita adalah keabadian setelah disiksa oleh sua yang Tuhan tidak inginkan.meracau dalam risau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar