Senin, 01 Mei 2023

APRIL GANJIL DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG JANGGAL

 

    Zaman ini adalah zaman sinting,di mana negara membunuh rakyat tidak lagi dengan senjata namun cukup dengan aturan. Genosida tak perlu pembantaian,cukup dengan penindasan dan pemasungan hak maka rakyat perlahan mati di atas penginjakan. Dahulu bapak bangsa, sang proklamator mengisyaratkan penjajahan di hari nanti prihal penindasan yang bukan terang-terangan dari asing namun berasal dari bangsa sendiri dan saat ini terbukti dari ramalan orang yg sudah mati.  Pembungkaman kaum pribumi mengingatkan kita memori kelam tentang persengkongkolan, dimana penjajah semakin kokoh sebab hati nurani pribumi berhasil di rupiahkan oleh rentenir-rentenir yg bersembunyi dengan narasi narasi untuk rakyat karna lahir dari rakyat namun mereka bersorak atas berbagai pencapaian namun dengan pembunuhan. 


    Entah dasar rupiah ataukah nasionalisme yang di bumi hanguskan, pembantaian atas sila kemanusiaan dibela mati-matian hingga nalar di pertanyankan. Taring helder para wakil perkosa kepentingan rakyat tak representatif menggonggong kebijakan yang bertentangan malah ikut ikutan berselingkuh dengan kepentingan demi langgeng jabatan dan kekuasaan.  Indonesia membara mata Pertiwi memerah, air mata rakyat kecil kian berdarah, perpecahan tak berarah. Rakyat di adu domba dengan aparat yang dibutakan antara perintah dan nurani hingga bertindak serba salah, arogansi aparat bertingkah preman bersembunyi di balik kewenangan.

    Kita rindu hogeng seorang polisi sederhana berhati rakyat menyatu abadi dengan cinta dan rasa. Pak hari ini aparat setelah dengan senjata ia pukuli suara kami, mereka tak sadar bahwa kami dan mereka sedang dialatkan penguasa lalu diadu domba lewat kebijakan. Bersuka ria dengan senyum bermisi, bersenda gurau dengan pembodohan bervisi, rakyat adalah tuan penggaji, serasa haram digubris aspirasi. tumpul ke atas tajam kebawah serempak wafatkan Demokrasi. Timur hormati pertiwi, kemiskinan yang justru dialami.Kritik sebagai sarana kontrol justru pembungkaman yg di prakarsai. Mahasiswa turun untuk sampaikan kepedihan rakyat saat ini lalu mengapa di buru jeruji dan represi. Rakyat berdemonstrasi menuntut hak yang lumpuh di amputasi, petinggi sibuk berdrama berpura kaget dalam fiksi dan fantasi,hingga mati dalam diksi sendiri. 


    Suara hati rintihan rakyat dibalas serangan rudal agresi, lantas demonstrasi dihadiahi represi. Ketimpangan dan ketidakadilan penegak tak kunjung temui basi, kenapa aturan diukir setajam amunisi pelindung duri autokrasi. pemimpin lupa diri penderitaan anak negeri dibalas pangku kaki. Lidah rakyat sebagai kontrol namun petinggi belakangi segala kritisi, jika berjalan di atas kebenaran maka kritik tak harus di basmi.

 
    Heiii ! Coba bangun rakyat tak lagi punya siapa siapa, anak anak negeri silih berganti dengan lantang teriakan aspirasi keresahan, lantas kenapa tiap suara jatuh ke tanah ? Pernahkah negara mendengar tangisan rakyat kecil yang merintih terang-terangan meminta belas kasih. puluhan tahun tak mampu setarakan kesejahteraan.kenapa rakyat seakan dipasung kaki dan tangan sehingga ambruk harapan.

 
    Hei! Rakyat tak lagi berpayung tak lagi punya siapa siapa lantas dimana pengayom? Organ dan aturan dibuat untuk binasakan bahkan tegakan keadilan menginjak rakyat seperti babu.  Perayaan dan ceremoni peringatan rutin setiap tahun dilakukan namun hilang esensi selayaknya dongeng tabu tanpa aplikasi dengan beraneka ragam manisan, penghargaan pada founding fathers hanya sebatas ucapan sebagai bangsa yang katanya besar namun tak lebih sebagai slogan. rakyat tak kunjung dapat kesejahteraan justru ketimpangan lalu keindahan hanya dinikmati oleh sebagian golongan.


    Pemerintahan tidak mau dikritisi,sampai sampai perkuliahan dipolitisir. mahasiswanya aksi dosen nya nyinyir sana sini.lalu kami merdeka jalur mana lagi ? semua akses Demokrasi dikacungi, apa guna ceramah syahdu seorang sarjana, seorang doktor,sampai seorang profesor dalam ruang kelas. Apabila kami dibangunkan tebing untuk mengaplikasikan ilmu.kami ini bukan hanya sekedar kebanggaan orang tua bisa menjadi seorang mahasiswa. Akan tetapi menjadi harapan besar bagi para rakyat yang terlupa. sesuatu yg diobral biasanya murah hanya obral janji pak presiden yang dirasa mahal sebab ia harus dibayar nurani. tidak perlu membawa latar belakang organisasi, kami masih waras prihal ketimpangan ini. Para wakil rakyat menyusun strategi, kami akan mengkaji. tugas kita bukan hanya bagaimana mengawasi Demokrasi tapi menguji Demokrasi yg baru lahir dari pemimpin terkini.jika tidak sesuai kami akan melerai. 

    Setelah terjadi kedunguan negeri yang tercermin dari kebijakan negara maka segenap politisi segera rapat paripurna dan melakukan transaksi untuk pengalihan isu agar rakyat lupa kesalahan pertama.ini kebiasaan negeri dari manifestasi kegagalan negeri dari keburukan hati yang tak menggunakan nurani. Jangan engkau seru terlalu lantang namamu sebagai mahasiswa dan pemuda atau bahkan engkau tempelkan dengan kata aktivis luar biasa jika hari hari mu hanya mencari panggung untuk dihormati dan elektabilitas diri. Engkau bukan aktivis engkau hanya seorang pengemis yang mengais tangis.

    Saya tidak pernah membenci pemerintah atau bahkan negara, saya hanya membenci kebodohan mereka yang mengesahkan Undang Undang Cipta Kerja lalu Menaikan Harga BBM lalu hari ini mengusung untuk Masa Jabatan Jokowi 3 Periode tanpa timbang  sehingga imbas dari ini semua adalah rakyat menjadi sengsara. di antara kata rakyat tersebut ada orang tua lita, sanak famili kita, keluarga kita, yang menjadi sengsara.

    Kalaulah Rakyat sengsara itu tanda nya kita wajib bunyikan tanda bahaya, dengan aksi masa juga dengan kata-kata, Ingat ! Kita adalah angkatan berbahaya yang akan memberi pelajaran pada penguasa. ujung tombak demokrasi itu bernama mahasiswa, dan engkaulah penyambung lidah rakyat ygang sesungguh nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar